Sabtu, 24 Maret 2012

Haji

H A J I

   Disusun oleh :

   Heri Iswanto   (10160706)

Dosen Pengampu :
Drs. Syarifuddin Ya’cub, M.H.I

FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN JINAYAH SIYASAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2011



Perintah Melaksanakan Haji
Q.S Al-Hajj ayat 27-29
Artinya :
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan  thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj:27-29)”.

Tafsir Ayat
            27. bÏiŒr&ur (Dan berserulah) serukanlah  Ædkptø:$$Î/¨$¨Y9$#Îû Ä(kepada manusia untuk melakukan haji) kemudian Nabi Ibrahim naik ke puncak bukit Abu Qubais, lalu ia berseru : “Hai manusa, sesungguhnya Rabb kalian telah membangun Baitullah, dan Dia telah mewajjibkan kalian untuk melakukan haji, maka sambutlah seruan Rabb kalian ini”.  Lalu Nabi Ibrahim menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri serta kearah timur dan kearah barat. Maka menjawablah semua orang yang telah ditentukan baginya dapat berhaji, seraya mengatakan : “Labbaikalla humma Labbaika” (Ya Allah kami penuhi panggilan-Mu, Ya Allah kami penuhi panggilan-Mu).[1] Zw%y`Í šqè?ù'tƒ (niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki) lafadz Rijalan adalah bentuk jamak dari lafadz Rajilun, artinya berjalan kaki, 9ÏB$|Ê  Èe@à2 4n?tãur (dan dengan (berkendaraan) menaiki unta yang kurus), karena lamanya perjalanan “unta yang kurus” maksudnya karena sudah letih dalam perjalanan melalui jalan pegunungan yang jauh itu menggambarkan sulitnya perjalanan, yang oleh jamaah haji tidak lagi dipersoalkan demi kemanfaatannya dalam arti duniawi dan rohani seperti disebutkan dalam ayat selanjutnya.[2]

            28. (#rßygô±uŠÏj9 (supaya mereka menyaksikan) yakni mendatangi  öNßgs9yìÏÿ»oYtB (berbagai manffat yang diberikan kepada merek)[3]  BM»tBqè=÷è¨B 5Q$­ƒr   Îû  «!$# zNó$# (#rãà2õtƒur (dan berdzikir menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan) tiga hari khusus selama bulan haji ialah tanggal 8, 9, dan 10 Zulhijjah, dan dua atau tiga hari berturut-turut ialah hari tasyriq[4]  ÉO»yè÷RF{$#Ï pyJÎgt/ .`ÏiB  4Nßgs%yu $tB n?tã (atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak) pyJÎgt/ berarti hewan pada umumnya, an’am artinya ternak untuk daging potong, dan disini berarti daging kurban. Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang termasuk jenis unta, lembu, kambing dan biri-biri yang disembelih pada hari raya kurban  $pk÷]ÏB (#qè=ä3sù (maka makanlah sebagian daripadanya) jika kalian menyukainya  (#qßJÏèôÛr&ur }§Í¬!$t6ø9$# uŽÉ)xÿø9$# (dan berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir) yakni sangat miskin. Hari raya kurban (Idul Adha) ialah tanggal 10 Zulhijjah, daging ternak yang pada hari itu disembelih, dimaksudkan untuk dimakan sebagai hidangan dan untuk dibagikan kepada fakir miskin.

            29. öNßgsWxÿs? #qàÒø)uø9 ¢OèO (kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka) maksudnya hendaklah mereka merapikan diri mereka itu seperti memotong rambut dan kuku yang panjang. #qèùqãø9ur (dan hendaklah mereka) dapat dibaca walyufu dan walyuwaffu ö NèduräçR (nazar-nazar mereka) dengan menyembelih hewan ternak sebagai hewan kurban (#qèù§q©Üuø9ur (dan hendaklah mereka melakukan thawaf) ÏMøŠt7ø9$$Î/ È,ŠÏFyèø9$# (sekeliling rumah yang tua itu) yaitu rumah kuno (Baitullah), karena ia adalah rumah pertama yang dibuat untuk ibadah manusia.[5]

Q.S Al-Baqarah ayat 158
Artinya :                                   
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebagian dari syi'ar Allah. Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui”. (Al-Baqarah : 158).

Kosakata
 !$# Í¬!$yèx©                  : Syi'ar-syi'ar Allah: tanda-tanda atau tempat beribadah kepada
                                       Allah.
© íÏ.$x©!$#                     : Allah mensyukuri hambah-Nya: membeli pahala terhadap amal-amal hambah-Nya, memaafkan, dan menambah nikmatnya.

Asbabun Nuzul :
Diketengahkan oleh Hakim dari Ibnu Abbas, katanya, "Di masa jahiliah, setan-setan gentayangan sepanjang malam di antara Safa dan Marwah, dan di antara keduanya itu terdapat berhala-berhala mereka. Maka tatkala Islam datang, kaum muslimin pun mengatakan, 'Wahai Rasulullah! Kami tak hendak sai lagi di antara Safa dan Marwah. Cukuplah kami melakukannya di masa jahiliah.' Maka Allah pun menurunkan ayat ini."
Menurut riwayat Bukhari, Asim bin Sulaiman bertanya kepada Anas tentang Safa dan Marwah. Anas bercerita: "Kami mengetahui bahwa Safa dan Marwah itu adalah tempat beribadat di masa Jahiliah karena di sana terdapat dua berhala yang bernama Usaf dan Nailah. Orang-orang pada masa jahiliah mengusap kedua berhala itu dengan tangannya. Setelah datang Islam, kami tidak mau lagi mengerjakan itu di sana karena kami menganggapnya sebagai perbuatan jahiliah. Maka turunlah ayat ini."
Di antara ibadah haji adalah Sa'i antara Shafa dan Marwah, yaitu pulang pergi antara kedua bukit yang terletak di samping Majidil Haram. Akan tetapi, para penyembah berhala memasang berhala-berhala di atas kedua bukit ini dan bertawaf mengitari berhala-berhala tersebut tatkala melakukan Sa'i lantaran persoalan ini, dan mereka mengira tidak boleh melakukan Sa'i antara keduanya. Karena sebelumnya pernah diletakkan berhala di atas kedua bukit tersebut.Namun Allah Swt melalui ayat yang diturunkan ini mengingatkan bahwa dua bukit ini merupakan tanda kekuasaan illahi dan mengingatkan kepada kenangan pelopor haji, yaitu Nabi Ibrahim as. Dan jika manusia-manusia jahil mencampuradukkannya dengan hal-hal syirik. kalian tidak boleh melepaskannya dan mengosongi gelanggang itu, bahkan kalian harus mencegah para pengyinmpang dari sana dengan kehadiran kalian.
Tatkala Nabi Ibrahim datang ke Mekah bersama isteri dan puteranya Ismail, untuk melaksnakan tugas ilahi, ia tinggalkan mereka di dataran tandus ini dengan pasrah kepada Allah lalu pergi. Ibu Ismail berlari-lari mencari air di antara kedua bukit itu. Pada kondisi tersebut, Allah Swt memancarkan sebuah mata air dari bawah jari-jari bayi Ismail yang diberi nama "Zam-zam".Sejak saat itu melalui perintah Allah, setiap orang yang hendak berziarah ke Baitullah harus melakukan Sa'i antara kedua bukit ini, mengenang gerak lari Hajar antara Shafa dan Marwah serta memperingati berbagai pengorbanan ibu itu. Pelaksanaan ibadah ini merupakan tanda rasa syukur Allah atas usaha yang sungguh-sungguh dimana hal tersebut mengajar kita bahwa janganlah kita memikirkan pujian dan terima kasih manusia. Sebab Allah juga mengetahui perbuatan baik kita dan mensyukurinya.
Munasabah
Pada ayat-ayat yang lalu, Allah Swt. Menjelaskan tentang orang yang mendapat keberkatan dan rahmat dari Allah apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan “Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’un”. Kemudian dalam ayat ini, Allah menjelaskan tentang rukun haji yang keempat (sa’i) yaitu lari-lari kecil antara shafa dan marwah, yang mengingatkan kita kepada Nabi Ibrahim beserta keluarganya.
Pengertian Secara Global
Bahwasanya jamaah haji dianjurkan (diwajibkan) melaksanakan sa’i (lari-lari keil) antara bukit shafa dan bukit marwah, bukan merupakan perbuatan dosa dan barangsiapa yang mengerjakan sesuatu kebaikan dengan ketulusan hati, maka sesungguhnya Allah memberikan pahala dan menambah bagi nikmatnya.

Tafsir Ayat
Ibadah haji yang bermula sejak zaman Nabi Ibrahim As dalam masa yang cukup panjang dicampuri dengan berbagai khurafat oleh manusia-manusia jahil dan penyembah berhala. Islam memperbaiki dan memurnikannya kembali dengan memelihara prinsip ibadah agung ini.
Pada ayat ini dikuatkan lagi kabar gembira itu dengan menjelaskan bahwa Safa dan Marwah adalah salah satu syiar agama dan barang siapa ingin mengerjakan ibadat haji, haruslah ia melakukan sai antara Safa dan Marwah itu. Dengan demikian nyatalah bahwa kaum muslimin pasti akan berhasil menaklukkan kota Mekah karena ia adalah tempat melakukan ibadah haji yang menjadi rukun kelima dalam Islam yang harus dikerjakan oleh setiap muslim yang mampu menunaikannya. Karena itu Masjidil Haram dan sekelilingnya harus dibersihkan dari berhala dan kemusyrikan. Safa dan Marwah adalah dua tempat yang telah ditetapkan Allah menjadi syiar agama Islam dan barang siapa yang hendak mengerjakan ibadah haji atau umrah haruslah ia melakukan sai antara kedua tempat itu.
Meskipun ada perbedaan pendapat antara imam-imam mazhab mengenai hukum sai ini; ada yang menganggapnya sebagai rukun haji seperti Imam Malik dan Imam Syafii dan ada pula yang menganggapnya sebagai wajib haji seperti Imam Abu Hanifah namun sudah terang bahwa sai itu harus dikerjakan dalam menunaikan ibadah haji. Secara umum, tidak ada perbedaan antara rukun dan wajib. Tetapi khusus dalam masalah haji dibedakan antara keduanya. Rukun ialah yang harus dikerjakan atau tidak dapat diganti atau ditebus. Wajib ialah yang musti dikerjakan tapi jika ditinggalkan harus diganti dengan membayar denda (dam). Yang menjadi pertanyaan di sini ialah mengapa dalam ayat ini disebutkan "tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya" padahal sai itu adalah suatu rukun atau wajib, dan tidak mungkin seseorang yang menunaikan rukun atau wajib akan berdosa. Hal ini untuk menghilangkan keragu-raguan kaum muslimin tentang mengerjakan Sai ini karena kaum musyrikin juga mengerjakan sai dalam ibadah mereka, seakan-akan apa yang dikerjakan kaum musyrikin itu tidak boleh dilakukan oleh kaum muslimin dan mereka akan berdosa bila mengerjakannya. Jadi harus dipahami betul bahwa maksud mengerjakan sai kaum musyrikin amat jauh berbeda dari maksudnya pada kaum muslimin. Mengerjakan sai itu adalah keimanan dan mempercayai Rasulullah serta mematuhi perintahnya. Kemudian Allah menjelaskan bahwa barangsiapa yang membuat kebajikan atau amal ibadat lebih daripada yang diwajibkan kepadanya (mengerjakan yang sunat-sunat), Allah akan mensyukuri amal kebaikan itu dan Allah Maha Mengetahui semua amalan hamba-Nya. Maka janganlah kita ragu-ragu berbuat kebajikan karena semua amal itu akan dibalas dengan berlipat ganda oleh Allah yang sangat menghargai perbuatan hamba-Nya.
Menurut Ibnu Abbas bahwa sai itu hukumnya tidak wajib, hanya takhyir, artinya dibolehkan memilih sebagai akibat tidak berdosa. Tetapi Syafii dan ulama lainnya berpendapat bahwa sai adalah rukun dan hukum fardunya dinyatakan oleh Nabi saw. dengan sabdanya, "Sesungguhnya Allah mewajibkan sai atas kamu." (H.R. Baihaqi) Sabdanya pula, "Mulailah dengan apa yang dimulai Allah, yakni Shafa." (H.R. Muslim) (Dan barang siapa yang dengan kemauan sendiri berbuat) ada yang membaca 'Taththawwa`a', yaitu dengan ditasydidkan ta pada tha, lalu diidgamkan (suatu kebaikan) maksudnya amalan yang tidak wajib seperti tawaf dan lain-lainnya (maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri) perbuatannya itu dengan memberinya pahala (lagi Maha Mengetahui).

 Q.S Al-Baqaarah ayat 196-200

Artinya :
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) kurban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkurban. apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya”. (Al-Baqrah : 196-200).

Asbabun Nuzul
Mengenai turunnya ayat ini terdapat beberapa peristiwa sebagai berikut: Seorang laki-laki berjubah yang semerbak dengan wewangian zafaran menghadap kepada Nabi SAW dan berkata. "Ya Rasulullah, apa yang harus saya lakukan dalam menunaikan umrah?" Maka turunlah "Wa atimmulhajja wal 'umrata lillah." Rasulullah bersabda: "Mana orang yang tadi bertanya tentang umrah itu?" Orang itu menjawab: "Saya ya Rasulullah." Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda. "Tinggalkan bajumu, bersihkan hidung dan mandilah dengan sempurna, kemudian kerjakan apa yang biasa kau kerjakan pada waktu haji." (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Shafwan bin Umayyah.)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ketika Rasulullah SAW beserta shahabat berada di Hudaibiyah sedang berihram, kaum musyrikin melarang mereka meneruskan umrah. Salah seorang shahabat, yaitu Ka'b bin Ujrah, kepalanya penuh kutu hingga bertebaran ke mukanya. Ketika itu Rasulullah SAW lewat di hadapannya dan melihat Ka'b bin 'Ujrah kepayahan. Maka turunlah "faman kana minkum maridlan aw bihi adzan mirra'shihi fafidyatun min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk", lalu Rasulullah SAW bersabda: "Apakah kutu-kutu itu mengganggu?" Rasulullah menyuruh agar orang itu bercukur dan membayar fidyah.”(Diriwayatkan oleh Ahmad yang bersumber dari Ka'b.)
Diriwayatkan oleh Bukhari dan lain-lain, dari Ibnu Abbas, katanya, "Warga Yaman melakukan ibadah haji, tetapi mereka tidak membawa bekal, kata mereka, 'Kami ini bertawakal saja.' Maka Allah pun menurunkan ayat, 'Dan sediakanlah perbekalan olehmu, sedangkan sebaik-baik perbekalan itu ialah bekal takwa.'" (Q.S. Al-Baqarah 197)
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas, katanya, "Ukazh dan Majinnah serta Zulmajaz merupakan pasar-pasar di masa jahiliah. Mereka merasa berdosa apabila berniaga di musim haji, maka mereka menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. lalu turunlah ayat, 'Tidak ada dosa bagi kamu mencari karunia dari Tuhanmu, pada musim-musim haji.'" (Q.S. Al-Baqarah 198)
Diketengahkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas, katanya, "Orang-orang Arab biasa wukuf di Arafah, sedangkan Quraisy di sesudah itu, yaitu di Muzdalifah, maka Allah pun menurunkan, 'Kemudian bertolaklah kamu dari tempat manusia bertolak.'" (Q.S. Al-Baqarah 199) Diketengahkan pula oleh Ibnu Munzir dari Asma binti Abu Bakar, katanya, "Orang-orang Quraisy berwukuf di Muzdalifah, sedangkan yang lainnya di Arafah, kecuali Syaibah bin Rabiah. Allah pun menurunkan, 'Kemudian bertolaklah kamu dari tempat manusia bertolak.'" (Q.S. Al-Baqarah 199)
Diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Ibnu Abbas, katanya, "Orang-orang jahiliah sewaktu berwukuf di musim haji, masing-masing mereka menggembar-gemborkan "bapak sayalah yang memberi makan, membawa barang-barang dan hewan kurban". Pendeknya tak ada yang menjadi sebutan mereka kecuali karya nenek moyang mereka, maka Allah pun menurunkan, 'Maka apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, sebutlah nama Allah...'" (Q.S. Al-Baqarah 200) Diketengahkan pula oleh Ibnu Jarir dari Mujahid, katanya, "Orang-orang itu apabila telah menyelesaikan upacara haji, mereka berwukuf dekat jumrah lalu membangga-banggakan nenek moyang mereka di masa jahiliah begitu pun hasil-hasil karya mereka, maka turunlah ayat ini."

Munasabah
            Pada ayat-ayat yang lalu, Allah Swt. menjelaskan tentang perintah melaksanakan rukun islam berupa shalat, zakat, dan puasa. Kemudian dalam ayat ini Allah Swt. memerintahkan mukmin untuk melaksanakan haji dan umrah serta menyempurnakannya.

Pengertian Ayat Secara Global
Allah telah memerintahkan kaum muslimin agar menyempurnakan Haji dan um’rahserta menjalankan ibadah secara sempurna semata-mata karena Allah swt. Apabila orang muknim yang lagi ihram terhalang untuk menyempurnakan ibadah yang di sebabkan oleh musuh atau sakit atau memang dia ingin bertahallul melepaskan ihramnya makawajibbagidiauntuk menyembelihbinatang yang sekiranyaringan baginya berupa unta sapi, atau kambing. Allah swt melarang mencukur dan tahallul sebelum hadiah sampai pada tempat di mana halal menyembelihnya. . Adapun bagi orang yang sakit atau ada penyakit di kepalanya , maka dia di perbolehkan bercukur dan wajib bagi dia untuk membayar fidyah ( denda ) . Adakalanya puasa tiga hari, atau menyembelih kambing, atau pula bersedekah kepada enem orang miskin. Tiap-tiap orang miskin satu fidyah atau satu Sha’ berupa makanan.

Tafsir Ayat
196. Maka (sembelihlah) korban Yang dimaksud dengan korban di sini ialah menyembelih binatang korban sebagai pengganti pekerjaan wajib haji yang ditinggalkan; atau sebagai denda karena melanggar hal-hal yang terlarang mengerjakannya di dalam ibadah haji. (dan jangan kamu mencukur kepalamu) Mencukur kepala adalah salah satu pekerjaan wajib dalam haji, sebagai tanda selesai ihram.

197. (beberapa bulan yang dimaklumi Ialah bulan) Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah. y]sùu mengeluarkan Perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh. 3uqø)­G9$#Š#¨9ŽöyzcÎ*sù$# M aksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji. dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.

198. Ì ÏQ#tysø9$#yèô±yJø9$# Ialah bukit Quzah di Muzdalifah.
199. kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak ('Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
200. apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu (menjadi kebiasaan orang-orang Arab Jahiliyah setelah menunaikan haji lalu Bermegah-megahan tentang kebesaran nenek moyangnya. setelah ayat ini diturunkan Maka memegah-megahkan nenek moyangnya itu diganti dengan dzikir kepada Allah).

Daftar Pustaka

Dahlan, Ahmad dkk. 1975. Ayat-ayat Hukum (Tafsir dan Uraian Perintah-perintah
 dalam Al-Quran. Bandung : Dipenogoro
Jalaluddin, Imam Al-Mahalliy dan Jalaluddin, Ismail As-Suyuthi. 1990. Terjemah Tafsir
Jalalain berikut Asbabun Nuzul. Bandung : Sinar Baru
Jakub, Ismail. 1981. Terjemah Ihya’-Alghazali. Jakarta : Faizan
Yusuf, Abdullah Ali. 1994. Quran Terjemahan dan Tafsirnya. Jakarta : Pustaka Firdaus
http://alquranindonesia.com/index.php?option=com_quran&task=detail&surano=2&Itemid=70&limitstart=180
http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_AsbabunNuzul.asp?pageno=10&SuratKe=2



[1] Imam Jalaluddin Al-Mahalliy dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemah Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul, (Bandung : Sinar Baru, 1990) cetakan pertama, hal. 1379.
[2] Abdullah Yusuf Ali, Quran terjemahan dan Tafsirnya, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1994), cetakan pertama, hal. 849.
[3] Ada dua manfaatnya, baik untuk kehidupan materi atau untuk kehidupan rohani. Dari yang pertama menyangkut hubungan sosial, dalam arti lebih jauh mengenai perdagangan dan untuk menambah pengetahuan. Dari yang kedua, ialah kesempatan melaksanakan sebagian rohani kita dalam hubungan suci jauh kembali kebelakang ke masa silam. Dari keduanya dapat kita pandang sebagai kesempatan dengan ibadah haji itu kita dapat mempererat tali persaudaraan kita secara internasional.
[4] Imam Jalaluddin Al-Mahalliy dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemah Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul, (Bandung : Sinar Baru, 1990) cetakan pertama.
[5] Imam Jalaluddin Al-Mahalliy dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemah Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul, (Bandung : Sinar Baru, 1990), cetakan pertama, hal. 1380.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar