H A J I
Disusun oleh :
Heri Iswanto (10160706)
Dosen Pengampu :
Drs. Syarifuddin Ya’cub, M.H.I
FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN JINAYAH SIYASAH
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2011
Perintah Melaksanakan Haji
Q.S Al-Hajj ayat 27-29
Artinya :
“Dan berserulah kepada manusia
untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan
kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang
jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka
menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang telah Allah
berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka
makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan
orang-orang yang sengsara dan fakir. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan
kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan
nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu
(Baitullah). (Al-Hajj:27-29)”.
Tafsir Ayat
27. bÏir&ur (Dan berserulah) serukanlah Ædkptø:$$Î/¨$¨Y9$#Îû Ä(kepada
manusia untuk melakukan haji) kemudian Nabi Ibrahim naik ke puncak bukit Abu
Qubais, lalu ia berseru : “Hai manusa, sesungguhnya Rabb kalian telah membangun
Baitullah, dan Dia telah mewajjibkan kalian untuk melakukan haji, maka
sambutlah seruan Rabb kalian ini”. Lalu
Nabi Ibrahim menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri serta kearah timur dan
kearah barat. Maka menjawablah semua orang yang telah ditentukan baginya dapat
berhaji, seraya mengatakan : “Labbaikalla humma Labbaika” (Ya Allah kami penuhi
panggilan-Mu, Ya Allah kami penuhi panggilan-Mu).[1]
Zw%y`Í qè?ù't (niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan
kaki) lafadz Rijalan adalah bentuk jamak dari lafadz Rajilun, artinya
berjalan kaki, 9ÏB$|Ê Èe@à2 4n?tãur (dan dengan (berkendaraan) menaiki unta yang kurus),
karena lamanya perjalanan “unta yang kurus” maksudnya karena sudah letih
dalam perjalanan melalui jalan pegunungan yang jauh itu menggambarkan sulitnya
perjalanan, yang oleh jamaah haji tidak lagi dipersoalkan demi kemanfaatannya dalam
arti duniawi dan rohani seperti disebutkan dalam ayat selanjutnya.[2]
28. (#rßygô±uÏj9 (supaya mereka menyaksikan) yakni mendatangi öNßgs9yìÏÿ»oYtB (berbagai manffat yang diberikan kepada merek)[3] BM»tBqè=÷è¨B 5Q$r Îû «!$# zNó$# (#rãà2õtur (dan berdzikir menyebut nama Allah pada hari-hari yang
telah ditentukan) tiga hari khusus selama bulan haji ialah tanggal 8, 9,
dan 10 Zulhijjah, dan dua atau tiga hari berturut-turut ialah hari tasyriq[4]
ÉO»yè÷RF{$#Ï pyJÎgt/ .`ÏiB 4Nßgs%yu $tB n?tã (atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka
berupa binatang ternak) pyJÎgt/ berarti hewan pada umumnya, an’am artinya ternak untuk
daging potong, dan disini berarti daging kurban. Yang dimaksud dengan binatang
ternak di sini ialah binatang-binatang yang termasuk jenis unta, lembu, kambing
dan biri-biri yang disembelih pada hari raya kurban $pk÷]ÏB (#qè=ä3sù (maka makanlah sebagian daripadanya) jika kalian
menyukainya (#qßJÏèôÛr&ur }§Í¬!$t6ø9$# uÉ)xÿø9$# (dan berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara
lagi fakir) yakni sangat miskin. Hari raya kurban (Idul Adha) ialah tanggal
10 Zulhijjah, daging ternak yang pada hari itu disembelih, dimaksudkan untuk
dimakan sebagai hidangan dan untuk dibagikan kepada fakir miskin.
29. öNßgsWxÿs? #qàÒø)uø9 ¢OèO (kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang
ada pada badan mereka) maksudnya hendaklah mereka merapikan diri mereka itu
seperti memotong rambut dan kuku yang panjang. #qèùqãø9ur (dan hendaklah mereka) dapat dibaca walyufu dan
walyuwaffu ö NèduräçR (nazar-nazar mereka) dengan
menyembelih hewan ternak sebagai hewan kurban (#qèù§q©Üuø9ur (dan hendaklah mereka melakukan thawaf) ÏMøt7ø9$$Î/ È,ÏFyèø9$# (sekeliling rumah yang tua itu) yaitu rumah kuno
(Baitullah), karena ia adalah rumah pertama yang dibuat untuk ibadah manusia.[5]
Q.S Al-Baqarah ayat 158
Artinya :
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebagian dari syi'ar
Allah. Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka
tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan Barangsiapa yang
mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha
Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui”. (Al-Baqarah : 158).
Kosakata
!$# ͬ!$yèx© : Syi'ar-syi'ar Allah: tanda-tanda atau tempat
beribadah kepada
Allah.
© íÏ.$x©!$# :
Allah mensyukuri hambah-Nya: membeli pahala terhadap amal-amal hambah-Nya,
memaafkan, dan menambah nikmatnya.
Asbabun Nuzul :
Diketengahkan oleh Hakim dari Ibnu Abbas, katanya, "Di
masa jahiliah, setan-setan gentayangan sepanjang malam di antara Safa dan Marwah,
dan di antara keduanya itu terdapat berhala-berhala mereka. Maka tatkala Islam
datang, kaum muslimin pun mengatakan, 'Wahai Rasulullah! Kami tak hendak sai
lagi di antara Safa dan Marwah. Cukuplah kami melakukannya di masa jahiliah.'
Maka Allah pun menurunkan ayat ini."
Menurut riwayat Bukhari, Asim bin Sulaiman bertanya kepada
Anas tentang Safa dan Marwah. Anas bercerita: "Kami mengetahui bahwa Safa
dan Marwah itu adalah tempat beribadat di masa Jahiliah karena di sana terdapat dua berhala
yang bernama Usaf dan Nailah. Orang-orang pada masa jahiliah mengusap kedua
berhala itu dengan tangannya. Setelah datang Islam, kami tidak mau lagi
mengerjakan itu di sana
karena kami menganggapnya sebagai perbuatan jahiliah. Maka turunlah ayat
ini."
Di antara ibadah haji adalah Sa'i antara Shafa dan Marwah,
yaitu pulang pergi antara kedua bukit yang terletak di
samping Majidil Haram. Akan tetapi, para penyembah
berhala memasang berhala-berhala di atas kedua bukit ini dan bertawaf
mengitari berhala-berhala tersebut tatkala melakukan Sa'i lantaran persoalan ini, dan mereka mengira tidak boleh melakukan Sa'i
antara keduanya. Karena sebelumnya pernah diletakkan
berhala di atas kedua bukit tersebut. Namun Allah Swt
melalui ayat yang diturunkan ini mengingatkan bahwa dua bukit ini
merupakan tanda kekuasaan illahi dan mengingatkan kepada kenangan pelopor haji, yaitu Nabi Ibrahim as. Dan jika manusia-manusia jahil
mencampuradukkannya dengan hal-hal syirik. kalian
tidak boleh melepaskannya dan mengosongi gelanggang itu,
bahkan kalian harus mencegah para pengyinmpang dari sana dengan
kehadiran kalian.
Tatkala Nabi Ibrahim datang ke Mekah bersama isteri dan
puteranya Ismail, untuk melaksnakan tugas ilahi, ia
tinggalkan mereka di dataran tandus ini dengan pasrah kepada
Allah lalu pergi. Ibu Ismail berlari-lari mencari air di antara kedua bukit
itu. Pada kondisi tersebut, Allah Swt memancarkan
sebuah mata air dari bawah jari-jari bayi Ismail yang
diberi nama "Zam-zam". Sejak saat itu
melalui perintah Allah, setiap orang yang hendak berziarah ke Baitullah
harus melakukan Sa'i antara kedua bukit ini, mengenang gerak lari Hajar antara Shafa dan Marwah serta memperingati berbagai
pengorbanan ibu itu. Pelaksanaan ibadah ini merupakan
tanda rasa syukur Allah atas usaha yang sungguh-sungguh
dimana hal tersebut mengajar kita bahwa janganlah kita memikirkan
pujian dan terima kasih manusia. Sebab Allah juga mengetahui perbuatan
baik kita dan mensyukurinya.
Munasabah
Pada ayat-ayat yang lalu, Allah Swt. Menjelaskan tentang orang
yang mendapat keberkatan dan rahmat dari Allah apabila ditimpa musibah mereka
mengucapkan “Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’un”. Kemudian dalam ayat ini,
Allah menjelaskan tentang rukun haji yang keempat (sa’i) yaitu lari-lari kecil
antara shafa dan marwah, yang mengingatkan kita kepada Nabi Ibrahim beserta
keluarganya.
Pengertian
Secara Global
Bahwasanya jamaah haji dianjurkan (diwajibkan) melaksanakan
sa’i (lari-lari keil) antara bukit shafa dan bukit marwah, bukan merupakan
perbuatan dosa dan barangsiapa yang mengerjakan sesuatu kebaikan dengan
ketulusan hati, maka sesungguhnya Allah memberikan pahala dan menambah bagi
nikmatnya.
Tafsir Ayat
Ibadah haji yang bermula sejak zaman Nabi Ibrahim As dalam
masa yang cukup panjang dicampuri dengan berbagai
khurafat oleh manusia-manusia jahil dan penyembah
berhala. Islam memperbaiki dan memurnikannya kembali dengan memelihara
prinsip ibadah agung ini.
Pada ayat ini dikuatkan lagi kabar gembira itu dengan
menjelaskan bahwa Safa dan Marwah adalah salah satu syiar agama dan barang
siapa ingin mengerjakan ibadat haji, haruslah ia melakukan sai antara Safa dan
Marwah itu. Dengan demikian nyatalah bahwa kaum muslimin pasti akan berhasil
menaklukkan kota
Mekah karena ia adalah tempat melakukan ibadah haji yang menjadi rukun kelima
dalam Islam yang harus dikerjakan oleh setiap muslim yang mampu menunaikannya.
Karena itu Masjidil Haram dan sekelilingnya harus dibersihkan dari berhala dan
kemusyrikan. Safa dan Marwah adalah dua tempat yang telah ditetapkan Allah menjadi
syiar agama Islam dan barang siapa yang hendak mengerjakan ibadah haji atau
umrah haruslah ia melakukan sai antara kedua tempat itu.
Meskipun ada perbedaan pendapat antara imam-imam mazhab
mengenai hukum sai ini; ada yang menganggapnya sebagai rukun haji seperti Imam
Malik dan Imam Syafii dan ada pula yang menganggapnya sebagai wajib haji
seperti Imam Abu Hanifah namun sudah terang bahwa sai itu harus dikerjakan
dalam menunaikan ibadah haji. Secara umum, tidak ada perbedaan antara rukun dan
wajib. Tetapi khusus dalam masalah haji dibedakan antara keduanya. Rukun ialah
yang harus dikerjakan atau tidak dapat diganti atau ditebus. Wajib ialah yang
musti dikerjakan tapi jika ditinggalkan harus diganti dengan membayar denda
(dam). Yang menjadi pertanyaan di sini ialah mengapa dalam ayat ini disebutkan
"tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya" padahal sai
itu adalah suatu rukun atau wajib, dan tidak mungkin seseorang yang menunaikan
rukun atau wajib akan berdosa. Hal ini untuk menghilangkan keragu-raguan kaum
muslimin tentang mengerjakan Sai ini karena kaum musyrikin juga mengerjakan sai
dalam ibadah mereka, seakan-akan apa yang dikerjakan kaum musyrikin itu tidak
boleh dilakukan oleh kaum muslimin dan mereka akan berdosa bila mengerjakannya.
Jadi harus dipahami betul bahwa maksud mengerjakan sai kaum musyrikin amat jauh
berbeda dari maksudnya pada kaum muslimin. Mengerjakan sai itu adalah keimanan
dan mempercayai Rasulullah serta mematuhi perintahnya. Kemudian Allah
menjelaskan bahwa barangsiapa yang membuat kebajikan atau amal ibadat lebih
daripada yang diwajibkan kepadanya (mengerjakan yang sunat-sunat), Allah akan
mensyukuri amal kebaikan itu dan Allah Maha Mengetahui semua amalan hamba-Nya.
Maka janganlah kita ragu-ragu berbuat kebajikan karena semua amal itu akan
dibalas dengan berlipat ganda oleh Allah yang sangat menghargai perbuatan
hamba-Nya.
Menurut Ibnu Abbas bahwa sai itu hukumnya tidak wajib,
hanya takhyir, artinya dibolehkan memilih sebagai akibat tidak berdosa. Tetapi
Syafii dan ulama lainnya berpendapat bahwa sai adalah rukun dan hukum fardunya
dinyatakan oleh Nabi saw. dengan sabdanya, "Sesungguhnya Allah mewajibkan
sai atas kamu." (H.R. Baihaqi) Sabdanya pula, "Mulailah dengan apa
yang dimulai Allah, yakni Shafa." (H.R. Muslim) (Dan barang siapa yang
dengan kemauan sendiri berbuat) ada yang membaca 'Taththawwa`a', yaitu dengan
ditasydidkan ta pada tha, lalu diidgamkan (suatu kebaikan) maksudnya amalan
yang tidak wajib seperti tawaf dan lain-lainnya (maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri)
perbuatannya itu dengan memberinya pahala (lagi Maha Mengetahui).
Q.S Al-Baqaarah ayat 196-200
Artinya :
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.
Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka
(sembelihlah) kurban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu,
sebelum kurban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang
sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya
berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkurban. apabila kamu telah
(merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di
dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi
jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa
tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang
kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar
fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil
Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota
Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras
siksaan-Nya”. (Al-Baqrah : 196-200).
Asbabun Nuzul
Mengenai turunnya ayat ini terdapat beberapa peristiwa
sebagai berikut: Seorang laki-laki berjubah yang semerbak dengan wewangian
zafaran menghadap kepada Nabi SAW dan berkata. "Ya Rasulullah, apa yang
harus saya lakukan dalam menunaikan umrah?" Maka turunlah "Wa
atimmulhajja wal 'umrata lillah." Rasulullah bersabda: "Mana orang
yang tadi bertanya tentang umrah itu?" Orang itu menjawab: "Saya ya
Rasulullah." Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda. "Tinggalkan bajumu,
bersihkan hidung dan mandilah dengan sempurna, kemudian kerjakan apa yang biasa
kau kerjakan pada waktu haji." (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang
bersumber dari Shafwan bin Umayyah.)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ketika Rasulullah SAW
beserta shahabat berada di Hudaibiyah sedang berihram, kaum musyrikin melarang
mereka meneruskan umrah. Salah seorang shahabat, yaitu Ka'b bin Ujrah,
kepalanya penuh kutu hingga bertebaran ke mukanya. Ketika itu Rasulullah SAW
lewat di hadapannya dan melihat Ka'b bin 'Ujrah kepayahan. Maka turunlah
"faman kana minkum maridlan aw bihi adzan mirra'shihi fafidyatun min
shiyamin aw shadaqatin aw nusuk", lalu Rasulullah SAW bersabda:
"Apakah kutu-kutu itu mengganggu?" Rasulullah menyuruh agar orang itu
bercukur dan membayar fidyah.”(Diriwayatkan oleh Ahmad yang bersumber dari
Ka'b.)
Diriwayatkan oleh Bukhari dan lain-lain, dari Ibnu Abbas,
katanya, "Warga Yaman melakukan ibadah haji, tetapi mereka tidak membawa
bekal, kata mereka, 'Kami ini bertawakal saja.' Maka Allah pun menurunkan ayat,
'Dan sediakanlah perbekalan olehmu, sedangkan sebaik-baik perbekalan itu ialah
bekal takwa.'" (Q.S. Al-Baqarah 197)
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas, katanya,
"Ukazh dan Majinnah serta Zulmajaz merupakan pasar-pasar di masa jahiliah.
Mereka merasa berdosa apabila berniaga di musim haji, maka mereka menanyakan
hal itu kepada Rasulullah saw. lalu turunlah ayat, 'Tidak ada dosa bagi kamu
mencari karunia dari Tuhanmu, pada musim-musim haji.'" (Q.S. Al-Baqarah
198)
Diketengahkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas, katanya,
"Orang-orang Arab biasa wukuf di Arafah, sedangkan Quraisy di sesudah itu,
yaitu di Muzdalifah, maka Allah pun menurunkan, 'Kemudian bertolaklah kamu dari
tempat manusia bertolak.'" (Q.S. Al-Baqarah 199) Diketengahkan pula oleh
Ibnu Munzir dari Asma binti Abu Bakar, katanya, "Orang-orang Quraisy
berwukuf di Muzdalifah, sedangkan yang lainnya di Arafah, kecuali Syaibah bin
Rabiah. Allah pun menurunkan, 'Kemudian bertolaklah kamu dari tempat manusia
bertolak.'" (Q.S. Al-Baqarah 199)
Diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Ibnu Abbas, katanya,
"Orang-orang jahiliah sewaktu berwukuf di musim haji, masing-masing mereka
menggembar-gemborkan "bapak sayalah yang memberi makan, membawa
barang-barang dan hewan kurban". Pendeknya tak ada yang menjadi sebutan
mereka kecuali karya nenek moyang mereka, maka Allah pun menurunkan, 'Maka
apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, sebutlah nama Allah...'"
(Q.S. Al-Baqarah 200) Diketengahkan pula oleh Ibnu Jarir dari Mujahid, katanya,
"Orang-orang itu apabila telah menyelesaikan upacara haji, mereka berwukuf
dekat jumrah lalu membangga-banggakan nenek moyang mereka di masa jahiliah
begitu pun hasil-hasil karya mereka, maka turunlah ayat ini."
Munasabah
Pada
ayat-ayat yang lalu, Allah Swt. menjelaskan tentang perintah melaksanakan rukun
islam berupa shalat, zakat, dan puasa. Kemudian dalam ayat ini Allah Swt. memerintahkan
mukmin untuk melaksanakan haji dan umrah serta menyempurnakannya.
Pengertian Ayat Secara Global
Allah telah memerintahkan kaum muslimin agar menyempurnakan
Haji dan um’rahserta menjalankan ibadah secara sempurna semata-mata karena Allah swt. Apabila orang muknim yang lagi ihram terhalang untuk menyempurnakan ibadah yang di sebabkan
oleh musuh atau sakit atau memang dia ingin bertahallul melepaskan ihramnya makawajibbagidiauntuk menyembelihbinatang yang sekiranyaringan baginya berupa unta sapi, atau kambing. Allah swt melarang
mencukur dan tahallul sebelum hadiah sampai pada tempat di mana halal menyembelihnya. . Adapun bagi orang yang sakit atau ada penyakit di kepalanya , maka
dia di perbolehkan bercukur dan wajib bagi dia untuk membayar fidyah ( denda ) . Adakalanya puasa
tiga hari, atau menyembelih kambing, atau pula bersedekah kepada enem orang miskin. Tiap-tiap orang miskin satu fidyah atau satu Sha’ berupa makanan.
Tafsir Ayat
196. Maka (sembelihlah) korban Yang dimaksud dengan korban
di sini ialah menyembelih binatang korban sebagai pengganti pekerjaan wajib
haji yang ditinggalkan; atau sebagai denda karena melanggar hal-hal yang
terlarang mengerjakannya di dalam ibadah haji. (dan jangan kamu mencukur
kepalamu) Mencukur kepala adalah salah satu pekerjaan wajib dalam haji, sebagai
tanda selesai ihram.
197. (beberapa bulan yang dimaklumi Ialah bulan) Syawal,
Zulkaidah dan Zulhijjah. y]sùu mengeluarkan Perkataan yang menimbulkan berahi yang
tidak senonoh atau bersetubuh. 3uqø)G9$##¨9öyzcÎ*sù$# M aksud bekal takwa di sini
ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau
minta-minta selama perjalanan haji. dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang
yang berakal.
198. Ì ÏQ#tysø9$#yèô±yJø9$# Ialah
bukit Quzah di Muzdalifah.
199. kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya
orang-orang banyak ('Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
200. apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka
berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut
(membangga-banggakan) nenek moyangmu (menjadi kebiasaan orang-orang Arab
Jahiliyah setelah menunaikan haji lalu Bermegah-megahan tentang kebesaran nenek
moyangnya. setelah ayat ini diturunkan Maka memegah-megahkan nenek moyangnya
itu diganti dengan dzikir kepada Allah).
Daftar Pustaka
Dahlan,
Ahmad dkk. 1975. Ayat-ayat Hukum (Tafsir dan Uraian Perintah-perintah
dalam Al-Quran. Bandung : Dipenogoro
Jalaluddin,
Imam Al-Mahalliy dan Jalaluddin, Ismail As-Suyuthi. 1990. Terjemah Tafsir
Jalalain berikut Asbabun Nuzul. Bandung : Sinar Baru
Jakub,
Ismail. 1981. Terjemah Ihya’-Alghazali. Jakarta : Faizan
Yusuf,
Abdullah Ali. 1994. Quran Terjemahan dan Tafsirnya. Jakarta : Pustaka Firdaus
http://alquranindonesia.com/index.php?option=com_quran&task=detail&surano=2&Itemid=70&limitstart=180
http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_AsbabunNuzul.asp?pageno=10&SuratKe=2
[1] Imam
Jalaluddin Al-Mahalliy dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemah Tafsir
Jalalain berikut Asbabun Nuzul, (Bandung : Sinar Baru, 1990) cetakan
pertama, hal. 1379.
[2] Abdullah
Yusuf Ali, Quran terjemahan dan Tafsirnya, (Jakarta : Pustaka Firdaus,
1994), cetakan pertama, hal. 849.
[3] Ada dua manfaatnya, baik
untuk kehidupan materi atau untuk kehidupan rohani. Dari yang pertama
menyangkut hubungan sosial, dalam arti lebih jauh mengenai perdagangan dan
untuk menambah pengetahuan. Dari yang kedua, ialah kesempatan melaksanakan
sebagian rohani kita dalam hubungan suci jauh kembali kebelakang ke masa silam.
Dari keduanya dapat kita pandang sebagai kesempatan dengan ibadah haji itu kita
dapat mempererat tali persaudaraan kita secara internasional.
[4] Imam
Jalaluddin Al-Mahalliy dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemah Tafsir
Jalalain berikut Asbabun Nuzul, (Bandung : Sinar Baru, 1990) cetakan
pertama.
[5] Imam
Jalaluddin Al-Mahalliy dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemah Tafsir
Jalalain berikut Asbabun Nuzul, (Bandung : Sinar Baru, 1990), cetakan
pertama, hal. 1380.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar