MODEL PENELITIAN FILSAFAT ISLAM
“Filsafat Yunani Awal Munculnya Filsafat Islam”
DISUSUN OLEH:
1. M. Idham As-Shobary NIM : 10 16 07 08
2. Heri Iswanto NIM : 10 16 07 06
DOSEN PENGAMPU:
Syahril Jamil
FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN JINAYAH SIYASAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI RADEN FATAH
PALEMBANG
2011
MODEL PENELITIAN FILSAFAT ISLAM
Filsafat Islam merupakan salah satu
bidang studi islam yang keberadaannya menimbulkan pro dan kontra. Mereka yang
berpikran maju[1] dan
bersifat liberal cenderung mau menerima pemikiran filsafat islam. Sedangkan
mereka yang bersifat tradisional yakni berpegang teguh kepada doktrin ajaran
Al-Quran dan Al-Hadits secara tekstual, cenderung kurang mau menerima filsafat,
bahkan menolaknya.
Kajian dan penelitian filsafat
banyak dilakukan, walaupun dalam cara melihatnya masih dijumpai kekaburan. Amin
Abdullah misalnya mengatakan ada kekaburan dan kesimpangsiuran yang patut
disayangkan di dalam cara berfikir kita. Dengan mengkaji metodologi penelitian
filsafat yang dilakukan para ahli, kita ingin meraih kembali kejayaan islam di
bidang ilmu pengetahuan sebagaimana yang pernah dialami di zaman klasik. Kajian
filsafat Islam baru dilakukan sebagian mahasiswa pada jurusan tertentu di akhir
abad ke-20 ini. Sedangkan pada masyarakat secara umumseperti yang di kalangan
pesantren, pemikirann filsafat masih dianggap terlarang, karena dapat
melemahkan iman.[2] Kalaupun
di pesantren diajarkan logika, yang pada hakikatnya merupakan ilmu yang
mengajarkan cara berfikir filosofis, namun tidak diterapkan, hanya sebagai
hafalan semata.
A. Pengertian Filsafat Islam
Kata
filsafat berasa dari kata philo yang
berarti cinta, dan kata sophos yang
berarti ilmu atau hikmah.[3]
Dengan demikian secara bahasa filsafat adalah cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Al-Syaibi berpendapat bahwah filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan
cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian
padanya, dan menciptakan sikap positif terhadapnya.
Islam berasal dari bahasa Arab
“aslama, yuslimu, islaman” yang berarti patuh, tunduk, berserah diri, serta
memohon selamat dan sentosa.[4] Kata
tersebut berasal dari Salima yang
berarti selamat, sentosa, aman, dan damai. Secara istilah Islam adalah nama
bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.
Melalui malaikat Jibril.
Filsafat Islam menurut pendapat
Ahmad Fuad Al-Ahwani yaitu “pembahasan meliputi berbagai alam semesta dan
bermacam-macam masalah manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan yang turun
bersama lahirnya agama Islam.[5]
Menurut Musa Asy’ari yaitu pada dasarnya merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan
berubah. Filsafat Islam dapat diketahui melalui lima cirinya yang pertama, dari segi sifat dan coraknya, filsafat Islam berdasar pada
ajaran Islam yang bersumberkan Al-qran dan Hadits. Kedua, dari segi ruang lingkup pembahasannya, mencakup pembahasan
bidang fisika atau alam raya. Ketiga, dari
segi datangnya, sejalan dengan perkembangan Islam itu sendiri. Keempat, dari segi yang mengembangkannya
filsafat Islam dalam arti materi pemikiran filsafatnya, bukan kajian sejarahnya
disajikan oleh muslim. Kelima, dari
segi kedudukannya, filsafat Islam sejajar dengan bidang studi keislaman lainnya
seoerti iqih, ilmu kalam, tasawuf, SKI, dan pendidikan Islam.
B. Model - Model Penelitian Filsafat
1. Model M. Amin Abdullah
Dalam
desertasinya yang berjudul The Idea of
Universality Ethical Norm In Ghazali and Kant, M. Amin Abdullah menggunakan
metode kepustakaan yang bercorak deskriftif (mengambil bahan-bahan kajiannya
pada berbagai sumber, baik sumber primer maupun sekunder). Bahan-bahan tersebut
selanjutnya diteliti keontetikannya secara seksama, diklasifikasikan menurut variabel
yang ingin ditelitinya, Jika dilihat dari segi pendekatan yang digunakannya ia
mengambil pendekatan studi tokoh yaitu dengan cara menggunakan studi komparasi
antara pemikiran kedua tokoh tersebut (Al-Ghazali dan Immanuel Kant), khususnya
dalam bidang etika.[6]
2. Model Otto Horrassowitz, Majid Fakhry dan
Harun Nasution
Dalam bukunya yang berjudul History of Muslim philosophy, yang diterjemahkan
dan disunting oleh M.M. Syarif termasuk penelitian kualitatif. Sumbernya
kajian pustaka. Metodenya deskriptis analitis, sedangkan pendekatannya
histories dan tokoh yaitu bahwa apa yang disajikan berdasarkan data-data yang
ditulis ulama terdahulu, sedangkan titik kajiannya adalah tokoh.
Penelitian serupa itu juga dilakukan
oleh Majid Fakhry yang berjudul A History
of Islamic Philosophy dan diterjemahkan
oleh Mulyadi Kartanegara, pada penelitian ini tampaknya menggunakan campuran,
yaitu selain menggunakan pendekatan historis (meneliti latar belakang munculnya
berbagai pemikiran filsafat dalam Islam) juga menggunakan pendekatan kawasan
(mengelompokan para filosof ke dalam kelompok Timur dan Barat), bahkan
pendekatan substansi (mengemukakan berbagai pemikiran filsafat yang dihasilkan
dari berbagai tokoh tersebut.
Harun Nasution juga melakukan
penelitian filsafat dengan menggunakan pendekatan tokoh dan pendekatan
historis. Bentuk penelitiannya deskriptif dengan menggunakan bahan-bahan bacaan
baik yang ditulis oleh tokoh yang bersangkutan maupun penulis lain yang
berbicara mengenai tokoh tersebut. Dengan demikian penelitiannya bersifat
kualitatif. Melalui pendekatan tokoh Harun Nasution mencoba menyajikan
pemikiran filsafat berdasarkan tokoh yang ditelitinya, sedangkan dengan
pendekatan historis ia mencoba menyajikan tentang sejarah timbulnya pemikiran
filsafat Islam yang dimulai dengan kontak pertama dan ilmu pengetahuan serta
falsafah Yunani.[7]
3. Model Ahmad Fuad Al-Ahwani
Ahmad
Fuad Al-Ahwani termasuk pemikir modern dari Mesir yang banyak mengkaji dan
meneliti bidang filsafat Islam, karyanya berjudul Filsafat Islam. Metode
penelitian yang ditempuh Ahmad Fuad Al-Ahwani adalah penelitian kepustakaan,
yaitu penelitian yang menggunakan kepustakaan. Sifat dan coraknya adalah
penelitian deskriftif kualitatif, sedangkan pendekatannya adalah pendekatan
yang berdasarkan campuran, yaitu pendekatan historis (menjelaskan latar
belakang timbulnya filsafat dalam
Islam), pendekatan kawasan (membagi tokoh-tokoh filosof menurut tempat tinggal
mereka), dan pendekatan tokoh (mengemukakan berbagai pemikiran filsafat sesuai
dengan tokoh yang mengemukakannya).
Dari berbagai hasil penelitian yang
dilakukan para ahli memberikan kesan kepada kita bahwa pada umumnya penelitian
yang dilakukan bersifat penelitian kepustakaan. Metode yang digunakan pada
umumnya bersifat deskriptif analitis. Sedangkan pendekatannya secara histories,
kawasan, dan substansial. Pengkaji filsafat biasanya terbiasa dengan diskusi
dan perbincangan yang begitu mendalam tentang uraian-uraian dan kitipan
filosofis, seolah-olah hampir tidak mengalami kesulitan interpretasi yang
melelahkan.[8]
Dewasa
ini setahap demi setahap pemikiran filsafat Islam sudah mulai diterima
masyarakat. Berbagai kajian dibidang keagamaan selalu dilihat dari segi
pemikiran filosofisnya. Tanpa bantuan filsafat, masyarakat akan cenderung
terjebak ke dalam bentuk ritualistik semata-mata tanpa tahu pesan filosofis
yang terkandung dalam ajaran tersebut.[9]
PEMBHASAN
CONTOH SEKRIPSI
Dalam
sekripsi yang berjudul “Filsafat Yunani Awal Munculnya Filsafat Islam”
membahas tentang hystoris berkembangnya Filsafat Islam, falsafah dan ilmu
pengetahuan Yunani di Timur Tengah, timbullah pusat-pusat peradaban Yunani
seperti Iskandariah (dari nama Aleksander) di Mesir, Antakia di Suria, Selopsia
serta Jundisyapur di Irak dan Baktra (sekarang Balkh) di Iran. Ketika para Sahabat Nabi
Muhammad menyampaikan dakwah Islam ke daerah-daerah tersebut terjadi peperangan
antara kekuatan Islam dan kekuatan Kerajaan Bizantium di Mesir, Suria serta
Irak, dan kekuatan Kerajaan Persia di Iran. Daerah-daerah ini, dengan menangnya
kekuatan Islam dalam peperangan tersebut, jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
Tetapi
penduduknya, sesuai dengan ajaran Al-Qur'an, bahwa tidak ada paksaan dalam
agama dan bahwa kewajiban orang Islam hanya menyampaikan ajaran-ajaran yang
dibawa Nabi, tidak dipaksa para sahabat untuk masuk-Islam.Kedudukan akal yang
tinggi dalam pemikiran Yunani mereka jumpai sejalan dengan kedudukan akal yang
tinggi dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Dengan demikian timbullah di panggung
sejarah pemikiran Islam teologi rasional yang dipelopori kaum Mu'tazilah.
Ciri-ciri dari teologi rasional ini ialah:
1.
Kedudukan akal tinggi di dalamnya, sehingga mereka tidak mau tunduk kepada arti
harfiah dari teks wahyu yang tidak sejalan dengan pemikiran filosofis dan
ilmiah. Mereka tinggalkan arti harfiah teks dan ambil arti majazinya, dengan
lain kata mereka tinggalkan arti tersurat dari nash wahyu dan mengambil arti
tersiratnya. Mereka dikenal banyak memakai ta'wil dalam memahami wahyu.Karena
itu aliran ini menganut faham qadariah, yang di Barat dikenal dengan istilah
free-will and free-act, yang membawa kepada konsep manusia yang penuh dinamika,
baik dalam perbuatan maupun pemikiran.
2.
Pemikiran filosofis mereka membawa kepada penekanan konsep Tuhan Yang Maha
Adil. Maka keadilan Tuhanlah yang menjadi titik tolak pemikiran teologi mereka.
Keadilan Tuhan membawa mereka selanjutnya kepada keyakinan adanya hukum alam
ciptaan Tuhan, dalam al-Qur'an disebut Sunnatullah, yang mengatur perjalanan
apa yang ada di alam ini. Alam ini berjalan menurut peraturan tertentu, dan
peraturan itu perlu dicari untuk kepentingan hidup manusia di dunia ini.
Pemikirannya
tentang Tuhan menghasilkan Akal II dan pemikirannya tentang dirinya
menghasilkan Langit Pertama. Akal II juga mempunyai obyek pemikiran, yaitu
Tuhan dan dirinya sendiri. Pemikirannya tentang Tuhan menghasilkan Akal III dan
pemikirannya tentang dirinya sendiri menghasilkan Alam Bintang. Begitulah Akal
selanjutnya berfikir tentang Tuhan dan menghasilkan Akal dan berpikir tentang dirinya
sendiri dan menghasilkan planet-planet.Demikianlah gambaran alam dalam
astronomi yang diketahui di zaman Aristoteles dan zaman al-Farabi, yaitu alam
yang terdiri atas sepuluh falak. Pemikiran Akal X tentang Tuhan tidak lagi
menghasilkan Akal, karena tidak ada lagi planet yang akan diurusnya.
Memang
tiap-tiap Akal itu mengurus planet yang diwujudkannya. Akal dalam pendapat
filsuf Islam adalah malaikat. Begitulah Tuhan menciptakan alam semesta dalam
falsafat emanasi al-Farabi. Tuhan tidak langsung menciptakan yang banyak ini,
tetapi melalui Akal I yang esa, dan Akal I melalui Akal II, Akal II melalui
Akal III dan demikianlah seterusnya sampai ke penciptaan Bumi melalui Akal X.
Tuhan tidak langsung berhubungan dengan yang banyak, tetapi melalui Akal atau
malaikat.
Dalam diri
Tuhan tidak terdapat arti banyak, dan inilah tauhid yang murni dalam pendapat
al-Farabi, Ibn Sina dan filsuf-filsuf Islam yang menganut paham emanasi.
Sesuatu mesti diciptakan dari suatu yang telah ada. Maka materi asal timbul
bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang dipancarkan pemikiran Tuhan. Karena
Tuhan beffikir semenjak qidam, yaitu zaman tak bermula, apa yang dipancarkan
pemikiran Tuhan itu mestilah pula qadim, dalam arti tidak mempunyai permulaan
dalam zaman. Dengan lain kata Akal I, Akal II dan seterusnya serta materi asal
yang empat api, udara, air dan tanah adalah pula qadim. Dari sinilah timbul
pengertian alam qadim, yang dikritik al-Ghazali.
Filsafat
Islam dibentangkan oleh dua lingkungan yang hidup sezaman yang sama-sama
meletakkan sendi kajian rasional Islam. Pertama, ialah lingkungan kaum
penerjemah yang memasok dunia islam dengan buah pemikiran klasik baik timur dan
barat. Kedua, lingkungan sekte-sekte teologis Islam, khususnya Mu`tazilah.
Adapun topik Filsafat Islam bersifat Religius, dimulai dengan meng-esakan Tuhan
dan menganalisa secara universal dan menukik teori keTuhanan yang tak
terdahului sebelumnya.
Dalam
perkembangan Filsafat Islam berlandaskan pada prinsip agama. Dikatakan Filsafat
Religius, karena Filsafat Islam tumbuh dijantung Islam, tokoh-tokohnya dididik
dengan ajaran Islam dengan semangat Islam dan hidup dengan suasana Islam.
Filsafat Islam merupakan perpanjangan dari pembahasan keagamaan dan teologis
yang ada sebelumnya.
Filsafat
Islam terpengaruh oleh Filsafat Yunani. Namun demikian, sumber pokok yang
mereka manfaatkan adalah nash-nash agama (Al-Qur`an). Ini dapat dilihat
terutama pada aliran Mu`tazilah dan Asy`ariyah. Walaupun demikian, dalam
kenyataanya Filsafat Islam lahir dari dalam islam itu sendiri, sedangkan cara
pemecahannya yang terpegaruh dari Filsafat Yunani.
Dengan
demikian, dengan adanya kontak umat Islam dengan kebudayaan Yunani bersama
dengan waktu penulisan ilmu Islam, maka masuklah unsur kebudayaan Yunani yang
memberi corak tertentu, terutama dalam bentuk dan isi. Dalam bentuk pengaruh
logika Yunani besar sekali, ilmu islam diberi warna baru, ditempa menurut pola
Yunani dan disusun sesuai dengan system Yunani. Jadi, logika mempunyai pengaruh
yang sangat besar pada alam pikiran islam saat itu.
Jadi pada
dasarnya Filsafat Islam adalah hasil dari pemikiran umat islam itu sendiri,
namun tidak lepas dari pengaruh Filsafat Yunani. Ini terlihat bagaimana kaum
muslim dalam menyelesaikan suatu masalah tentunya menggunakan logika mereka
sendiri, serta Filsafat Islam meliputi problema-problema besar Filsafat seperti
soal wujud, esa dan berbilang, teori mengenal kebahagian dan keutamaan,
hubungan Tuhan dengan manusia dan lain-lain.
KESIMPULAN
Ringkasnya,
Islam adalah agama yang berangkat dari kebenaran mutlak dari wahyu Tuhan yang
dalam dirinya terdapat nilai universal yang dapat mengakomodir kebudayaan dan
pemikiran asing dengan melalui proses Islamisasi.
Sedangkan
Barat adalah kebudayaan yang bermula dari spekulasi akal belaka yang tiada
memiliki rujukan kepada kebenaran mutlak dan tiada akan pernah mencapai
kebenaran. Masalah yang dihadapi kebudayaan Islam hakekatnya bukanlah
kemunduran dalam bidang-bidang yang sifatnya fisikal, akan tetapi adalah
kerancuan (tumpah tindih) pemikiran, yaitu antara konsep-konsep Islam dan
konsep-konsep Barat sekuler.
Karena itu
perbedaan dan pembedaan Islam dan Barat perlu dilakukan secara konsisten, agar
dapat mengenali asal usul suatu konsep dan pemikiran dan mengetahui proses
ilmiah selanjutnya, apakah harus diadapsi atau ditolak.
Islamisasi
bukanlah adopsi pemikiran asing kedalam Islam, tapi lebih merupakan adapsi
pemikiran luar dengan proses epistemologis yang meletakkan realitas dan
kebenaran dalam suatu kesatuan tawhidi.
Kita tidak
anti Barat tapi bukan pula menganggap Barat sama atau bahkan lebih unggul dalam
segala segi dari Islam. Kita dapat mengambil manfaat dari kemajuan teknologi
Barat, tapi tidak dapat meniru pandangan hidup Barat yang sama sekali berbeda
dari pandangan hidup Islam.
pada umumnya penelitian yang dilakukan bersifat penelitian
kepustakaan. Metode yang digunakan pada umumnya bersifat deskriptif analitis.
Sedangkan pendekatannya secara histories, kawasan, dan substansial. Pengkaji
filsafat biasanya terbiasa dengan diskusi dan perbincangan yang begitu mendalam
tentang uraian-uraian dan kitipan filosofis, seolah-olah hampir tidak mengalami
kesulitan interpretasi yang melelahkan
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ahwani, Fuad. 1985.
Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya, Universitas Indonesia Press, Jakarta,
1986
Louis O. Kattsof, 1989. Pengantar
Filsafat (terj.) Soejono Soemargono dari judul asli Element of Filosofj. Yogyakarta:
Bayu Indra Grafika
Madkour, Inrahim.1990.
Aliran dan Teori Filsafat Islam. Yogyakarta:
Bumi Aksara
Nata, Abuddin, 1889. Metodologi Studi Islam. Jakarata: Raja
Grafindo Persadaa
Nurcholis Madjid, Hakikat
Sejarah Pemikiran Islam, Pelita, 27 Januari, 1991
[1] Berpikir
maju antara lain ditandai dengan sifat terbuka, rasional, kritis, objektif,
berorientasi kedepan, dinamis, dan mau mengikuti perubahan zaman, tanpa
meninggalkan prinsip atau ajaran dasar yang bersifat asasi.
[2] Abuddin
Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarata:
Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 251.
[3] Louis O.
Kattsof, Pengantar Filsafat (terj.)
Soejono Soemargono dari judul asli Element
of Filosofj, (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 1989), cet ke6, hlmn. 11.
[4]
Maulana Muhammad Ali, Islamologi Dinul
Islam, (terj.) R. Kaelani dan H.M.Bachrun, (Jakarta: Ichtiar Baru-Van
Hoeve, 1980), hal. 2.
[5] Ahmad
Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1985), cet. 1 hal. 5.
[6] Nata,
abuddin, Metodologi studi Islam, (Jakarata:
Jakarata: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 258.
[7] Harun
Nasution, falsafat dan Mistisme dalam
Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet. II.
[8] Oliver
Leaman, Pengantar Filsafat Islam, (terj.)
Amin Abdullah dari judul asli An
Introduction to Medievel Islamic Philosophy, (Jakarta: Rajawali, 1989),
cet. I, hal. 274.
[9] Abuddin
Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 265.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar