Sabtu, 24 Maret 2012

MSI

MODEL PENELITIAN FILSAFAT ISLAM
“Filsafat Yunani Awal Munculnya Filsafat Islam”

DISUSUN OLEH:

1. M. Idham As-Shobary                    NIM : 10 16 07 08
2. Heri Iswanto                                   NIM : 10 16 07 06

DOSEN PENGAMPU:
Syahril Jamil

FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN JINAYAH SIYASAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI RADEN FATAH
PALEMBANG
2011
MODEL PENELITIAN FILSAFAT ISLAM

            Filsafat Islam merupakan salah satu bidang studi islam yang keberadaannya menimbulkan pro dan kontra. Mereka yang berpikran maju[1] dan bersifat liberal cenderung mau menerima pemikiran filsafat islam. Sedangkan mereka yang bersifat tradisional yakni berpegang teguh kepada doktrin ajaran Al-Quran dan Al-Hadits secara tekstual, cenderung kurang mau menerima filsafat, bahkan menolaknya.
            Kajian dan penelitian filsafat banyak dilakukan, walaupun dalam cara melihatnya masih dijumpai kekaburan. Amin Abdullah misalnya mengatakan ada kekaburan dan kesimpangsiuran yang patut disayangkan di dalam cara berfikir kita. Dengan mengkaji metodologi penelitian filsafat yang dilakukan para ahli, kita ingin meraih kembali kejayaan islam di bidang ilmu pengetahuan sebagaimana yang pernah dialami di zaman klasik. Kajian filsafat Islam baru dilakukan sebagian mahasiswa pada jurusan tertentu di akhir abad ke-20 ini. Sedangkan pada masyarakat secara umumseperti yang di kalangan pesantren, pemikirann filsafat masih dianggap terlarang, karena dapat melemahkan iman.[2] Kalaupun di pesantren diajarkan logika, yang pada hakikatnya merupakan ilmu yang mengajarkan cara berfikir filosofis, namun tidak diterapkan, hanya sebagai hafalan semata.

A. Pengertian Filsafat Islam
            Kata filsafat berasa dari kata philo yang berarti cinta, dan kata sophos yang berarti ilmu atau hikmah.[3] Dengan demikian secara bahasa filsafat adalah cinta terhadap ilmu atau hikmah. Al-Syaibi berpendapat bahwah filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya, dan menciptakan sikap positif terhadapnya.
            Islam berasal dari bahasa Arab “aslama, yuslimu, islaman” yang berarti patuh, tunduk, berserah diri, serta memohon selamat dan sentosa.[4] Kata tersebut berasal dari Salima yang berarti selamat, sentosa, aman, dan damai. Secara istilah Islam adalah nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui malaikat Jibril.
            Filsafat Islam menurut pendapat Ahmad Fuad Al-Ahwani yaitu “pembahasan meliputi berbagai alam semesta dan bermacam-macam masalah manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan yang turun bersama lahirnya agama Islam.[5] Menurut Musa Asy’ari yaitu pada dasarnya merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan berubah. Filsafat Islam dapat diketahui melalui lima cirinya yang pertama, dari segi sifat dan coraknya, filsafat Islam berdasar pada ajaran Islam yang bersumberkan Al-qran dan Hadits. Kedua, dari segi ruang lingkup pembahasannya, mencakup pembahasan bidang fisika atau alam raya. Ketiga, dari segi datangnya, sejalan dengan perkembangan Islam itu sendiri. Keempat, dari segi yang mengembangkannya filsafat Islam dalam arti materi pemikiran filsafatnya, bukan kajian sejarahnya disajikan oleh muslim. Kelima, dari segi kedudukannya, filsafat Islam sejajar dengan bidang studi keislaman lainnya seoerti iqih, ilmu kalam, tasawuf, SKI, dan pendidikan Islam.

B. Model - Model Penelitian Filsafat
1. Model M. Amin Abdullah
            Dalam desertasinya yang berjudul The Idea of Universality Ethical Norm In Ghazali and Kant, M. Amin Abdullah menggunakan metode kepustakaan yang bercorak deskriftif (mengambil bahan-bahan kajiannya pada berbagai sumber, baik sumber primer maupun sekunder). Bahan-bahan tersebut selanjutnya diteliti keontetikannya secara seksama, diklasifikasikan menurut variabel yang ingin ditelitinya, Jika dilihat dari segi pendekatan yang digunakannya ia mengambil pendekatan studi tokoh yaitu dengan cara menggunakan studi komparasi antara pemikiran kedua tokoh tersebut (Al-Ghazali dan Immanuel Kant), khususnya dalam bidang etika.[6]
2. Model Otto Horrassowitz, Majid Fakhry dan Harun Nasution
            Dalam bukunya yang berjudul History of Muslim philosophy, yang diterjemahkan dan disunting oleh  M.M. Syarif  termasuk penelitian kualitatif. Sumbernya kajian pustaka. Metodenya deskriptis analitis, sedangkan pendekatannya histories dan tokoh yaitu bahwa apa yang disajikan berdasarkan data-data yang ditulis ulama terdahulu, sedangkan titik kajiannya adalah tokoh.
            Penelitian serupa itu juga dilakukan oleh Majid Fakhry yang berjudul A History of Islamic Philosophy dan diterjemahkan oleh Mulyadi Kartanegara, pada penelitian ini tampaknya menggunakan campuran, yaitu selain menggunakan pendekatan historis (meneliti latar belakang munculnya berbagai pemikiran filsafat dalam Islam) juga menggunakan pendekatan kawasan (mengelompokan para filosof ke dalam kelompok Timur dan Barat), bahkan pendekatan substansi (mengemukakan berbagai pemikiran filsafat yang dihasilkan dari berbagai tokoh tersebut.
            Harun Nasution juga melakukan penelitian filsafat dengan menggunakan pendekatan tokoh dan pendekatan historis. Bentuk penelitiannya deskriptif dengan menggunakan bahan-bahan bacaan baik yang ditulis oleh tokoh yang bersangkutan maupun penulis lain yang berbicara mengenai tokoh tersebut. Dengan demikian penelitiannya bersifat kualitatif. Melalui pendekatan tokoh Harun Nasution mencoba menyajikan pemikiran filsafat berdasarkan tokoh yang ditelitinya, sedangkan dengan pendekatan historis ia mencoba menyajikan tentang sejarah timbulnya pemikiran filsafat Islam yang dimulai dengan kontak pertama dan ilmu pengetahuan serta falsafah Yunani.[7]

3. Model Ahmad Fuad Al-Ahwani
            Ahmad Fuad Al-Ahwani termasuk pemikir modern dari Mesir yang banyak mengkaji dan meneliti bidang filsafat Islam, karyanya berjudul Filsafat Islam. Metode penelitian yang ditempuh Ahmad Fuad Al-Ahwani adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan kepustakaan. Sifat dan coraknya adalah penelitian deskriftif kualitatif, sedangkan pendekatannya adalah pendekatan yang berdasarkan campuran, yaitu pendekatan historis (menjelaskan latar belakang timbulnya  filsafat dalam Islam), pendekatan kawasan (membagi tokoh-tokoh filosof menurut tempat tinggal mereka), dan pendekatan tokoh (mengemukakan berbagai pemikiran filsafat sesuai dengan tokoh yang mengemukakannya).

            Dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan para ahli memberikan kesan kepada kita bahwa pada umumnya penelitian yang dilakukan bersifat penelitian kepustakaan. Metode yang digunakan pada umumnya bersifat deskriptif analitis. Sedangkan pendekatannya secara histories, kawasan, dan substansial. Pengkaji filsafat biasanya terbiasa dengan diskusi dan perbincangan yang begitu mendalam tentang uraian-uraian dan kitipan filosofis, seolah-olah hampir tidak mengalami kesulitan interpretasi yang melelahkan.[8]
Dewasa ini setahap demi setahap pemikiran filsafat Islam sudah mulai diterima masyarakat. Berbagai kajian dibidang keagamaan selalu dilihat dari segi pemikiran filosofisnya. Tanpa bantuan filsafat, masyarakat akan cenderung terjebak ke dalam bentuk ritualistik semata-mata tanpa tahu pesan filosofis yang terkandung dalam ajaran tersebut.[9]


PEMBHASAN CONTOH SEKRIPSI
Dalam sekripsi yang berjudul “Filsafat Yunani Awal Munculnya Filsafat Islam” membahas tentang hystoris berkembangnya Filsafat Islam, falsafah dan ilmu pengetahuan Yunani di Timur Tengah, timbullah pusat-pusat peradaban Yunani seperti Iskandariah (dari nama Aleksander) di Mesir, Antakia di Suria, Selopsia serta Jundisyapur di Irak dan Baktra (sekarang Balkh) di Iran. Ketika para Sahabat Nabi Muhammad menyampaikan dakwah Islam ke daerah-daerah tersebut terjadi peperangan antara kekuatan Islam dan kekuatan Kerajaan Bizantium di Mesir, Suria serta Irak, dan kekuatan Kerajaan Persia di Iran. Daerah-daerah ini, dengan menangnya kekuatan Islam dalam peperangan tersebut, jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
Tetapi penduduknya, sesuai dengan ajaran Al-Qur'an, bahwa tidak ada paksaan dalam agama dan bahwa kewajiban orang Islam hanya menyampaikan ajaran-ajaran yang dibawa Nabi, tidak dipaksa para sahabat untuk masuk-Islam.Kedudukan akal yang tinggi dalam pemikiran Yunani mereka jumpai sejalan dengan kedudukan akal yang tinggi dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Dengan demikian timbullah di panggung sejarah pemikiran Islam teologi rasional yang dipelopori kaum Mu'tazilah. Ciri-ciri dari teologi rasional ini ialah:
 1. Kedudukan akal tinggi di dalamnya, sehingga mereka tidak mau tunduk kepada arti harfiah dari teks wahyu yang tidak sejalan dengan pemikiran filosofis dan ilmiah. Mereka tinggalkan arti harfiah teks dan ambil arti majazinya, dengan lain kata mereka tinggalkan arti tersurat dari nash wahyu dan mengambil arti tersiratnya. Mereka dikenal banyak memakai ta'wil dalam memahami wahyu.Karena itu aliran ini menganut faham qadariah, yang di Barat dikenal dengan istilah free-will and free-act, yang membawa kepada konsep manusia yang penuh dinamika, baik dalam perbuatan maupun pemikiran.
 2. Pemikiran filosofis mereka membawa kepada penekanan konsep Tuhan Yang Maha Adil. Maka keadilan Tuhanlah yang menjadi titik tolak pemikiran teologi mereka. Keadilan Tuhan membawa mereka selanjutnya kepada keyakinan adanya hukum alam ciptaan Tuhan, dalam al-Qur'an disebut Sunnatullah, yang mengatur perjalanan apa yang ada di alam ini. Alam ini berjalan menurut peraturan tertentu, dan peraturan itu perlu dicari untuk kepentingan hidup manusia di dunia ini.
Pemikirannya tentang Tuhan menghasilkan Akal II dan pemikirannya tentang dirinya menghasilkan Langit Pertama. Akal II juga mempunyai obyek pemikiran, yaitu Tuhan dan dirinya sendiri. Pemikirannya tentang Tuhan menghasilkan Akal III dan pemikirannya tentang dirinya sendiri menghasilkan Alam Bintang. Begitulah Akal selanjutnya berfikir tentang Tuhan dan menghasilkan Akal dan berpikir tentang dirinya sendiri dan menghasilkan planet-planet.Demikianlah gambaran alam dalam astronomi yang diketahui di zaman Aristoteles dan zaman al-Farabi, yaitu alam yang terdiri atas sepuluh falak. Pemikiran Akal X tentang Tuhan tidak lagi menghasilkan Akal, karena tidak ada lagi planet yang akan diurusnya.
Memang tiap-tiap Akal itu mengurus planet yang diwujudkannya. Akal dalam pendapat filsuf Islam adalah malaikat. Begitulah Tuhan menciptakan alam semesta dalam falsafat emanasi al-Farabi. Tuhan tidak langsung menciptakan yang banyak ini, tetapi melalui Akal I yang esa, dan Akal I melalui Akal II, Akal II melalui Akal III dan demikianlah seterusnya sampai ke penciptaan Bumi melalui Akal X. Tuhan tidak langsung berhubungan dengan yang banyak, tetapi melalui Akal atau malaikat.
Dalam diri Tuhan tidak terdapat arti banyak, dan inilah tauhid yang murni dalam pendapat al-Farabi, Ibn Sina dan filsuf-filsuf Islam yang menganut paham emanasi. Sesuatu mesti diciptakan dari suatu yang telah ada. Maka materi asal timbul bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang dipancarkan pemikiran Tuhan. Karena Tuhan beffikir semenjak qidam, yaitu zaman tak bermula, apa yang dipancarkan pemikiran Tuhan itu mestilah pula qadim, dalam arti tidak mempunyai permulaan dalam zaman. Dengan lain kata Akal I, Akal II dan seterusnya serta materi asal yang empat api, udara, air dan tanah adalah pula qadim. Dari sinilah timbul pengertian alam qadim, yang dikritik al-Ghazali.
Filsafat Islam dibentangkan oleh dua lingkungan yang hidup sezaman yang sama-sama meletakkan sendi kajian rasional Islam. Pertama, ialah lingkungan kaum penerjemah yang memasok dunia islam dengan buah pemikiran klasik baik timur dan barat. Kedua, lingkungan sekte-sekte teologis Islam, khususnya Mu`tazilah. Adapun topik Filsafat Islam bersifat Religius, dimulai dengan meng-esakan Tuhan dan menganalisa secara universal dan menukik teori keTuhanan yang tak terdahului sebelumnya.
Dalam perkembangan Filsafat Islam berlandaskan pada prinsip agama. Dikatakan Filsafat Religius, karena Filsafat Islam tumbuh dijantung Islam, tokoh-tokohnya dididik dengan ajaran Islam dengan semangat Islam dan hidup dengan suasana Islam. Filsafat Islam merupakan perpanjangan dari pembahasan keagamaan dan teologis yang ada sebelumnya.
Filsafat Islam terpengaruh oleh Filsafat Yunani. Namun demikian, sumber pokok yang mereka manfaatkan adalah nash-nash agama (Al-Qur`an). Ini dapat dilihat terutama pada aliran Mu`tazilah dan Asy`ariyah. Walaupun demikian, dalam kenyataanya Filsafat Islam lahir dari dalam islam itu sendiri, sedangkan cara pemecahannya yang terpegaruh dari Filsafat Yunani.
Dengan demikian, dengan adanya kontak umat Islam dengan kebudayaan Yunani bersama dengan waktu penulisan ilmu Islam, maka masuklah unsur kebudayaan Yunani yang memberi corak tertentu, terutama dalam bentuk dan isi. Dalam bentuk pengaruh logika Yunani besar sekali, ilmu islam diberi warna baru, ditempa menurut pola Yunani dan disusun sesuai dengan system Yunani. Jadi, logika mempunyai pengaruh yang sangat besar pada alam pikiran islam saat itu. 
Jadi pada dasarnya Filsafat Islam adalah hasil dari pemikiran umat islam itu sendiri, namun tidak lepas dari pengaruh Filsafat Yunani. Ini terlihat bagaimana kaum muslim dalam menyelesaikan suatu masalah tentunya menggunakan logika mereka sendiri, serta Filsafat Islam meliputi problema-problema besar Filsafat seperti soal wujud, esa dan berbilang, teori mengenal kebahagian dan keutamaan, hubungan Tuhan dengan manusia dan lain-lain. 


KESIMPULAN 
Ringkasnya, Islam adalah agama yang berangkat dari kebenaran mutlak dari wahyu Tuhan yang dalam dirinya terdapat nilai universal yang dapat mengakomodir kebudayaan dan pemikiran asing dengan melalui proses Islamisasi.
Sedangkan Barat adalah kebudayaan yang bermula dari spekulasi akal belaka yang tiada memiliki rujukan kepada kebenaran mutlak dan tiada akan pernah mencapai kebenaran. Masalah yang dihadapi kebudayaan Islam hakekatnya bukanlah kemunduran dalam bidang-bidang yang sifatnya fisikal, akan tetapi adalah kerancuan (tumpah tindih) pemikiran, yaitu antara konsep-konsep Islam dan konsep-konsep Barat sekuler.
Karena itu perbedaan dan pembedaan Islam dan Barat perlu dilakukan secara konsisten, agar dapat mengenali asal usul suatu konsep dan pemikiran dan mengetahui proses ilmiah selanjutnya, apakah harus diadapsi atau ditolak.
Islamisasi bukanlah adopsi pemikiran asing kedalam Islam, tapi lebih merupakan adapsi pemikiran luar dengan proses epistemologis yang meletakkan realitas dan kebenaran dalam suatu kesatuan tawhidi.
Kita tidak anti Barat tapi bukan pula menganggap Barat sama atau bahkan lebih unggul dalam segala segi dari Islam. Kita dapat mengambil manfaat dari kemajuan teknologi Barat, tapi tidak dapat meniru pandangan hidup Barat yang sama sekali berbeda dari pandangan hidup Islam.
pada umumnya penelitian yang dilakukan bersifat penelitian kepustakaan. Metode yang digunakan pada umumnya bersifat deskriptif analitis. Sedangkan pendekatannya secara histories, kawasan, dan substansial. Pengkaji filsafat biasanya terbiasa dengan diskusi dan perbincangan yang begitu mendalam tentang uraian-uraian dan kitipan filosofis, seolah-olah hampir tidak mengalami kesulitan interpretasi yang melelahkan



DAFTAR PUSTAKA
Al-Ahwani, Fuad. 1985. Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986
Louis O. Kattsof, 1989. Pengantar Filsafat (terj.) Soejono Soemargono dari judul asli Element of Filosofj. Yogyakarta: Bayu Indra Grafika
Madkour, Inrahim.1990. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Yogyakarta: Bumi Aksara
Nata, Abuddin, 1889. Metodologi Studi Islam. Jakarata: Raja Grafindo Persadaa
 Nurcholis Madjid, Hakikat Sejarah Pemikiran Islam, Pelita, 27 Januari, 1991


[1] Berpikir maju antara lain ditandai dengan sifat terbuka, rasional, kritis, objektif, berorientasi kedepan, dinamis, dan mau mengikuti perubahan zaman, tanpa meninggalkan prinsip atau ajaran dasar yang bersifat asasi.
[2] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarata: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 251.
[3] Louis O. Kattsof, Pengantar Filsafat (terj.) Soejono Soemargono dari judul asli Element of Filosofj, (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 1989), cet ke6, hlmn. 11.
[4] Maulana Muhammad Ali, Islamologi Dinul Islam, (terj.) R. Kaelani dan H.M.Bachrun, (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1980), hal. 2.
[5] Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985), cet. 1 hal. 5.
[6] Nata, abuddin, Metodologi studi Islam, (Jakarata: Jakarata: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 258.
[7] Harun Nasution, falsafat dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet. II.
[8] Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam, (terj.) Amin Abdullah dari judul asli An Introduction to Medievel Islamic Philosophy, (Jakarta: Rajawali, 1989), cet. I, hal. 274.
[9] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 265.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar